Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sesar Palu Koro, Sesar Aktif Yang Mengancam Sulawesi


        Pulau Sulawesi tersusun oleh tatanan tektonik yang rumit dan tidak mudah dijelaskan (Hall dkk., 2011). Hingga saat ini, tatanan tektonik masih aktif bergerak dan rutin menghasilkan gempa bumi. Pulau Sulawesi ini tersusun atas tatanan struktur geologi yang aktif bergerak dengan kecepatan pergeseran yang berbeda-beda. Di bagian tengah Pulau Sulawesi adalah Sesar Palukoro yang aktif bergerak (Bellier dkk., 2001; Katili, 1970; Rangin dkk., 1999; Socquet dkk., 2006) dengan besar pergeseran geodetic 41-45 mm/th (Socquet dkk., 2006), 34 mm/yr (Sarsito, 2010) dan pergeseran geologi 29 mm/th (Bellier dkk., 2001). Bellier (2001) mengelompokkan Sesar Palukoro sebagai sesar dengan besar pergeseran tinggi dengan kegempaan yang rendah. Di bagian tengah pulau Sulawesi, sebaran gempa bumi dangkal bersifat acak.

(Palu Koro Fault, Dongeng Geologi diakses dari geologi.co.id)

        Sesar Palu Koro terletak di sepanjang lembah Palu Koro yang membentang dari Teluk Palu ke arah tenggara. Sesar ini merupakan struktur geologi utama di Provinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan data Shuttle Radar To-pography Mission (SRTM) terlihat dengan jelas adanya kelurusan sepanjang lembah Palu Koro yang berkaitan dengan keberadaan Sesar Palu Koro. Panjang sesar Palu Koro mencapai 500 km. Sebaran Sesar Palu Koro dapat dibagi menjadi tujuh segmen dengan urutan dari utara ke selatan.

        Semua ahli geologi dan geofisika yang mengenal sesar Palu-Koro sepakat bahwa sesar tersebut adalah sesar aktif, sesar sinistral (pergeseran mengiri). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, patahan sesar Palu-Koro di Sulawesi Tengah bergeser atau bergerak 35-45 milimeter per tahun. Pada segmen Palu - Kulawi, sesar ini berciri sesar normal dan membentuk graben yang menyebabkan Kota Palu sampai Kulawi diapit oleh 2 sesar normal. Sering pula segmen ini disebut "sistem sesar Palu-Koro". Ciri-ciri keberadaan sistem sesar ini adalah banyaknya dijumpai mata air panas di kedua sisi dataran antara Palu - Kulawi.

        Teluk Palu, Kota Palu, Toraja, wilayah Poso, Teluk Bone, atau Sulawesi Selatan dan Tenggara adalah beberapa wilayah yang dapat menanggung risiko itu, karena berada di wilayah sesar Palu Koro. BNPB mencatat setidaknya ada 10 bencana alam gempa bumi cukup besar yang tidak jarang disertai tsunami di wilayah Sulawesi Tengah dalam kurun seabad terakhir.

        Sesar Palu-Koro, biang keladi dari gempa Donggala dan tsunami Palu, adalah patahan terpanjang kedua di Indonesia setelah sesar Semangko di Sumatera. Sesar ini menyebabkan gempa bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, pada pukul 17.02, Jumat, 28 September 2018. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), gempa tersebut berada di 0.18 Lintang Selatan dan 119.85 Bujur Timur atau 27 kilometer timur laut Donggala. Bencana ini mengakibatkan korban meninggal sebanyak 384 orang.

        Sesar Palu-Koro menjadi ancaman terbesar bagi Sulawesi Tengah, terutama Kota Palu. Setiap tahun pergeserannya sekitar 4,5 sentimeter. Rekaman sejarah menunjukkan gempa terkuat di sesar ini terjadi pada 1909, yang diperkirakan berkekuatan magnitudo 7. Menurut catatan ahli geologi Belanda, Abendanon, gempa itu menghancurkan desa-desa di Sulawesi Tengah.

        Kinematika pergeseran Sesar Palukoro ini seharusnya meneruskan pergeserannya ke Sesar Matano sehingga besar pergeseran harusnya hampir sama atau lebih kecil dari besar pergeseran Sesar Matano. Hal lainnya adalah produksi gempa bumi di Sulawesi ini yang jarang jika dibandingkan dengan kecepatan pergeseran yang masuk klasifikasi bergerak cepat (Bellier dkk., 2001).Permasalahan struktur sesar ini juga diperparah dengan belum adanya tatanama yang lengkap. Bahkan terdapat penamaan ganda untuk satu garis sesar. Permasalah lain adalah batas sesar juga batas segmentasi sesar yang tidak jelas. Sesar Palukoro dan Sesar Matano yang hingga saat ini masih belum diketahui batas dan ketersambungannya.

        Oleh karenanya, diperlukan penelitian yang lebih mendalam terhadap sesar Palu-Koro ini supaya dapat menyusun langkah penanggulangan bencana yang tepat dan akurat. Dan juga, data dari sesar Palu Koro ini dapat digunakan dalam pertimbangan dalam pembangunan infrastruktur yang dibangun di Sulawesi Tengah terutama Kota Palu.

REFERENSI:
  • Supartoyo, Cecep Sulaiman, dan Deden Junaedi. (2014). Tectonic Class of Palu Koro Fault, Central Sulawesi. Badan Geologi: Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi
  • Suliyanti, Drajat, Masturyono, Supriyanto, Rasmid, Handi, dan Pupung. (2015). Seismicity Analysis in Palu Koro Fault Zone, Central Sulawesi. Badan Geologi: Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi
  • Dongeng Geologi. (2018). Palu Koro Fault. (Diakses dari geologi.co.id/2018/10/05/patahan-palu-koro-membentuk-pecahan-baru/palu-koro-fault/ pada 16 Mei 2019 pukul 18.30 WIB)
  • Kompas. (2018). Apa itu Sesar Palu Koro yang Menyebabkan Tsunami dan Gempa Bumi. (diakses dari https://sains.kompas.com/read/2018/09/29/173228823/apa-itu-sesar-palu koro-yang-menyebabkan-tsunami-dan-gempa-bumi pada 16 Mei 2019 pukul 18.35 WIB)
Muhammad Nur Wahid Fakhrudin
Muhammad Nur Wahid Fakhrudin Seseorang yang ingin berbagi tulisan tentang blog, desain, dan geologi.